Senin, 17 Mei 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERBILIRUBIN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERBILIRUBIN

A. DEFINISI

Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak.
(Ni Luh Gede, 1995)
Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan) (IKA II, 2002).
Hiperbilirubin adalah meningginya kadar bilirubin pada jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.
(Ngastiyah, 1997)
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

B. ETIOLOGI

Penyebab ikterus pada neonatus dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
Produksi bilirubin berlebihan dapat terjadi karena kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia: salisilat, kortikosteroid, klorampinekol), chepalhematoma. Gangguan dalam proses ambilan dan konjugasi hepar: obstruksi empedu, infeksi, masalah metabolik, Joundice ASI, hypohyroidisme. Gangguan transportasi dalam metabolisme bilirubin. Gangguan dalam ekskresi bilirubin.
Komplikasi : asfiksia, hipoermi, hipoglikemi, menurunnya ikatan albumin; lahir prematur, asidosis. (Ni Luh Gede Y, 1995)( Suriadi, 2001)







Macam – Macam Ikterus
1. Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
2. Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
Menurut IKA, 2002 penyebab ikterus terbagi atas :
1. Ikterus pra hepatic : Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.
2. Ikterus pasca hepatik (obstruktif) : Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis) yang mengakibatkan peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi menjadi :
a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus koleductus.
b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus.
3. Ikterus hepatoseluler (hepatik) : Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin terganggu.
4. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab :
• Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
• Infeksi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri)
• Kadang oleh defisiensi G-6-PO
5. Ikterus yang timbul 24 – 72 jam setelah lahir dengan penyebab:
• Biasanya ikteruk fisiologis
• Masih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam
• Polisitemia
• Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis, perdarahan hepar sub kapsuler dan lain-lain)
• Dehidrasis asidosis
• Defisiensi enzim eritrosis lainnya
6. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama dengan penyebab
• Biasanya karena infeksi (sepsis)
• Dehidrasi asidosis
• Defisiensi enzim G-6-PD
• Pengaruh obat
• Sindrom gilber
7. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya dengan penyebab :
• biasanya karena obstruksi
• hipotiroidime
• hipo breast milk jaundice
• infeksi
• neonatal hepatitis
• galaktosemia
C. Tanda dan Gejala
1. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
2. Letargik (lemas)
3. Kejang
4. Tidak mau menghisap
5. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
6. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot
7. Perut membuncit
8. Pembesaran pada hati
9. Feses berwarna seperti dempul
10. Tampak ikterus; sklera, kuku, kulit dan membran mukosa. Joundice pada 24 jam pertama yang disebabkan oleh penyakit hemolitik waktu lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik/infeksi.
11. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap.
Komplikasi
1. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV.
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.
(Ngastiyah, 1997)(Suriadi,2001)

A. PATOFISIOLOGI
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.
1. Ikterus fisiologis
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.1

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

E. PATHWAY














F. Penatalaksanaan dan Tindakan
a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Pemeriksaan yang dilakukan :
• Kadar bilirubin serum berkala.
• Darah tepi lengkap.
• Golongan darah ibu dan bayi diperiksa.
• Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD biakan darah atau biopsi hepar bila perlu.
b. Ikterus yang timbul 24 – 72 jam setelah lahir:
Pemeriksaan yang perlu diperhatikan : Bila keadaan bayi baik dan peningkatan tidak cepat dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi, periksa kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan pemeriksaan lainnya.
c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama
Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
Pemeriksaan yang dilakukan :
• pemeriksaan bilirubin direk dan indirek berkala
• pemeriksaan darah tepi
• pemeriksaan penyaring G-6-PD
• biakan darah, biopsy hepar bila ada indikasi
Penatalaksanaan secara umum
• Pengawasan antenatal yang baik.
• Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kematian dan kelahiran, misal : sulfa furokolin.
• Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
• Penggunaan fenobarbital pada ibu 1 – 2 hari sebelum partus.
• Pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).
• Pencegahan infeksi.
• Melakukan dekompensasi dengan foto terapi.
• Tranfusi tukar darah. (Abdul bari S, 2000)(Ni Luh Gede Y, 1995)


G. Pengkajian Data Dasar

1. Aktivitas : Letargi, malas
2. Sirkulasi : Mungkin pucat, menandakan anemia
3. Eliminasi :
• Pasase mekonium mungkin lambat
• Bising usus hipoaktif
• Feses munkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin
• Urin gelap, pekat:hitam kecoklatan
4. Makanan/Cairan:
• Riwayat makan buruk (ASI), lebih mungkin disusui dari pada menyusu botol
• Palpasi abdoment dapat menunjukkan pembesaran limpa
5. Neurosensori:
• Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yag berhubungan dengan trauma lahir
• Edema umum, hepatosplenomegali mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
• Kegilangan reflek moro.
• Opitotonus dengan kekakuan lengkukng punggung, fontanel meninjol, menangis lirih, aktifitas kejang (tahap krisis).
6. Pernafasan:
• Riwayat asfiksia.
• Krekels, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi pulmonal).
7. Keamanan
• Riwayat sepsis neonatus.
• Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intra kranial.
• Dapat tampak ikterik pada wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh. : kulit hitam kecoklatan sebagai efek foto terapi.


H. Pemeriksaan Diagnostik

1. Test Coom pada tali pusat bayi baru lahir : hasil + tes ini, indirek menandakan adanya anti body Rh-positif, anti –A, atau anti_B dalam darah ibu. Direk menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus
2. Golongan darah bayi dan Ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
3. Biliribin total : kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsi .kadar indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh melebihi 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi preterm. protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama bayi preterm.
4. Hitung Darah Lengkap : Hb mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena hemolisis. Ht mungkin meningkat (lebih besar 65%) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
5. Glukosa: glukosa darah lengkap kurang dari 30 mg/dl atau tes glukosa serum kurang dari 40 mg/dl bila BBL hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
6. Daya ikat karbon dioksida : penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
7. Smear darah Perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal, eritoblastosis pada penyakit Rh atau sferositis pada inkompatibilitas ABO.

I. PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan
Hiperbilirubin dapat dicegah dan dihentikan peningkatannta dengan cara :
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfa furazole, oksitosin, dsb.
c. Pencegahan pengobatan hipoksin dapa janin dan neonatus
d . Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
e. Pemberian makanan yang dini
f. Pencegahan infeksi
2. Penanganan
a. Foto terapi
Fototerapi; dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis yang berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin. Cahaya menyebabkan reaksi foto kimia dalam kulit yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi kedalam fotobilirubin, yang dieksresikan dalam hati kemudian ke empedu. Produk akhir adalah reversibel dan dieksresikan ke dalam empedu tanpa perlu konjugasi.
• Mekanisme : menimbulkan dekomposisi bilirubin, kadar bilirubin dipecah sehingga mudah larut dalam air dan tidak toksik, yang dikeluarkan melalui urine (urobilinogen) dan feses (sterkobilin).
• Terdiri dari 8-10 buah lampu yang tersusun pararel 160-200 watt, menggunakan cahaya Fluorescent (biru atau putih), lama penyinaran tidak lebih dari 100 jam.
• Jarak bayi dan lampu antara 40–50cm, posisi berbaring tanpa pakaian, daerah mata dan alat kelamin ditutup dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya (contoh : karbon), dan posisi bayi diubah setiap 1-6 jam.
• Dapat dilakukan pada sebelum atau sesudah transfusi tukar.
b. Fenobarbital
Fenobarbital : dapat mengeksresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil tranferase yang meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin.
c. Transfusi Tukar
• Tujuan : menurunkan kadar bilirubun dan mengganti darah yang terhemolisis.
• Indikasi : pada keadaan kadar bilirubin indirek ³ 20 mg/dL atau bila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi, kenaikan biirubin yang cepat yaitu 0,3 -1 mgz/jam, anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung, atau bayi dengan kadar Hb tali pusat 14 mgz dan uji coombs direk positif.
d. Antibiotik : diberikan bila terkait dengan adanya infeksi





DAFTAR PUSTAKA

Ashwill & Droske. 1997. Nursing Care of Children. Philadelphia. WB Saunders Company.
Barnard & Hazinski. 1992. Nursing Care of Critically III Children. St. Louis, Mosby Year Book Inc.
Ilyas, Mulyati & Nurlina. 1995. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jaakrta. EGC
Markum. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. FKUI
Nelson, Behrman. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC
Sukadi. 2002. Ikterus Neonaturum Diktat Kuliah Perinatologi. Bandung, FKUP RSHS.
Wong, 2005. Clinical Manual of Pediatric Nursing. San Fransisco. Mosby

Tidak ada komentar:

Posting Komentar